Friday, July 27, 2007

Pendeta Indonesia temui LCMS

PENDETA INDONESIA TEMUI LCMS

Pemimpin dari gereja-gereja di Indonesia yang masuk dalam pengakuan Lutheran yaitu: (ki-ka) Pdt. Mangisi Simorangkir, Pdt. Bonar Lumbantobing, Pdt. Nelson Siregar, bertemu dengan Presiden Sinode LCMS Gerald B. Kieschnick (kiri paling depan), Direktur Eksekutif LCMS World Relief/Human Care Matthew Harrison (kanan) di St. Louis, 12 Januari 2006. Mereka ditemani oleh Darin Storkson, direktur regional LCMS World Relief/Human Care Asia (ujung kiri). (Foto: LCMS)
Seminari Concordia menyambut tiga pendeta dari Indonesia yang berfoto dengan staf seminari dan perwakilan dari LCMS World Relief dan Human Care. (Kiri-baris depan), Pdt. Mangisi Simorangkir, Pdt. Nelson Siregar, Pdt Bonar Lumbantobing, dan Darin Storkson; baris belakang, Dr. Andrew Bartelt, Rev. Matthew Harrison, Dr. Leopoldo Sánchez, Dr. Joel Okamoto dan Dr. A.R. Victor Raj. (Foto: Concordia Seminary)

Sebuah kesempatan untuk memulai suatu dialog dan mengeksplorasi cara-cara kerjasama baru terbuka saat tiga pemimpin gereja Indonesia bertemu dengan para pemimpin Gereja Lutheran Sinode Missiouri (Lutheran Church--Missouri Synod-LCMS) pada bulan Januari lalu di St. Louis, Amerika Serikat.

Mereka adalah Pdt. Mangisi Simorangkir, Uskup Gereja Kristen Protestan di Indonesia (GKPI), Pdt. Nelson Siregar, Direktur Eksekutif Departemen Diakonia dari Huria Kristen Batak Protestan HKBP), dan Pdt. Bonar Lumbantobing, seorang pengajar di Seminari HKBP, Sumatera Utara.

Berkaitan dengan tsunami, para pendeta yang gerejanya masuk dalam pengakuan Lutheran tersebut mengatakan setidaknya satu berkat telah muncul dari peristiwa tersebut.

"Orang (di Indonesia) melihat bahwa umat Kristiani peduli dan ingin menolong mereka," kata Pdt. Simorangkir. "Sebuah pintu telah terbuka."

Darin Storkson, direktur regional LCMS World Relief/Human Care di Asia ikut menemani mereka. Sejak penugasannya di Indonesia setelah peristiwa tsunami 26 Desember 2004, Storkson telah bekerjasama dengan pemimpin-pemimpin gereja di Indonesia dalam berbagai proyek, seperti penyediaan air bersih dan bantuan medis di daerah yang terkena bencana serta menyumbang buku-buku teologi Lutheran kepada seminari-seminari di Indonesia.

Di St. Louis, mereka bertemu dengan Presiden LCMS Gerald B. Kieschnick, yang menggambarkan pertemuan tersebut sebagai "a learning experience." "Saya tidak tahu bagaimana nanti arahnya, tapi roh Tuhan akan bekerja saat Ia menghendaki," kata Kieschnick. "Kami senang menyediakan bantuan kepada gereja-gereja anda dan bangsa anda setelah tsunami dan berdoa bahwa mungkin, dalam suatu cara, kebaikan dapat disadari dari bencana tersebut."

Mereka juga bertemu dengan Dr. Samuel Nafzger, direktur eksekutif Komisi Teologi dan Hubungan Gereja; Dr. Robert Roegner, direktur eksekutif Misi Dunia; dan Pdt. Jon Vieker, asisten direktur Komisi Pujian.

Ketika Direktur Eksekutif LCMS World Relief/Human Care Matthew Harrison mempersembahkan buku-buku teologi Lutheran kepada para pendeta itu, Uskup Simorangkir mengatakan bahwa hadiah tersebut "amat penting". "Jika kita tidak mengerti lebih dalam lagi mengenai identitas Lutheran kita, kita tidak bisa berdialog tentang iman kita dengan yang lain," kata Simorangkir.

Saat mengunjungi Concordia Publishing House (CPH), Presiden Interim/ CEO CPH Paul McCain berjanji akan menyediakan tambahan sebesar $5.000 dalam bentuk materi-materi teologi Lutheran untuk sekolah-sekolah dan gereja Indonesia.

Mereka juga mengunjungi seminari-seminari LCMS di St. Louis dan Fort Wayne, dan memperbaharui perkenalan dengan para profesor yang berkunjung ke Asia tahun lalu dalam rangka studi mengenai tsunami yang dikoordinir oleh LCMS World Relief/Human Care.

Kunjungan mereka diakhiri dengan menghadiri '21st Annual Symposia on Exegetical Theology' di Seminari Concordia, Fort Wayne.

"Ini seperti mimpi untuk saya," kata Pdt. Lumbantobing. "Ini seperti kembali ke akar iman kita dan ke Martin Luther dan belajar lagi sehingga kita kami dapat membaginya dengan para murid kami di Indonesia."

Sedangkan Pdt. Siregar berkata: "Saya harap ini bukanlah suatu suatu kesempatan terakhir tapi suatu awal."


Sandra Pasaribu
sandra@christianpost.co.id

No comments: